Mengenal Singkat Khazanah Naskah Sunda Kuno Â
Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Aksara Sunda Kuno merupakan aksara yang berkembang di daerah Jawa Barat pada abad XIV-XVIII. Aksara Sunda Kuno merupakan perkembangan dari Aksara Pallawa yang mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah lontar pada abad XVI.
Aksara Sunda Kuno berkembang sebelum masuknya Islam. Aksara Sunda Kuno umumnya dijumpai pada naskah-naskah daun gebang—sejenis daun lontar tapi lebih tipis. Lebih tipis dari Kakawin Arjuna Wiwaha. Metode penulisan pada naskah daun gebang menggunakan pisau dengan cara menggores.Â
Naskah-naskah Sunda Kuno banyak ditemukan di Kabuyutan Cilegon—sumbangan Raden Toemenggoong Soeria Kerta Adhi Ningrat atau R.A.A. Wiranatakusumah IV pada periode (1846-1874). Sekarang naskah Sunda Kuno dari Kabuyutan Cilegon terlestarikan di Perpustakaan Nasional.  Naskah Sunda Kuno juga banyak ditemukan di Kabuyutan Ciburuy sebanyak 27 naskah, Kabuyutan Koleang—sekarang juga tersimpan di Perpusnas, dan Kabuyutan Gunung Sagara sebanyak lima naskah menurut penuturan R.A.A. Tjondronegoro di tahun 1884.
“Justru saya menantang jika ada yang mengatakan sebagian besar naskah Sunda Kuno berada di Eropa, terang filolog Sunda Perpusnas, Aditya Gunawan, pada Seminar Menyibak Khazanah Naskah Sunda Kuno di Perpustakaan Nasional, Kamis, (25/4).
Aditya melanjutkan bahwa jumlah naskah Sunda Kuno di Indonesia mencapai 90 persen. Â Sebanyak 63 naskah disimpan dan dilestarikan oleh Perpustakaan Nasional, 23 naskah berada di Kabuyutan Ciburuy. Sedangkan di Universitas Leiden, Belanda, hanya menyimpan satu naskah.
Terhimpunnya naskah-naskah Sunda Kuno tidak lepas dari andil sejumlah nama, antara lain, Elisa Netscher, A.B. Cohen Stuart (1825-1876), I.E.G Brummund (1814-1863), Raden Saleh (1814-1880), Karel Frederik Holle (1829-1899), C.M. Plytc (1863-1917), Jan Laurens Andries Brandes (1875-1905), J. Noorduyn, dan Atja. “Mereka bisa dikatakan sebagai pelopor, pembuka jalan atas terhimpunnya naskah-naskah Sunda Kuno,†tambah Aditya. Â
Â
Reportase : Hartoyo Darmawan
Fotografer : Hartoyo Darmawan